06 Mei 2008

BERAWAL DARI SENYUMAN



Pada umumnya hubungan yang baik diantara sesama manusia berawal dari sedapnya wajah ketika saling bertemu. Terlalu sulit membangun hubungan dengan orang lain dengan wajah cemberut. Penyedap wajah itu ada pada “senyum”.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang “senyum” mari kita sepakati tentang sebuah kaidah: Bahwa segala perilaku kita sangat memungkinkan untuk di terjemahkan dalam kata-kata. Itulah rahasia dari kaidah bahasa Arab: “lisanul hal afshahu min lisanil maqal” ( Perilaku lebih fasih dari perkataan). Artinya pesan yang disampaikan melalui suatu sikap atau perilaku atau gerak tubuh lebih cepat ditangkap daripada kata-kata.

Kita ambil contoh misalnya sikap cemberut, atau masam muka, ia akan lebih cepat ditangkap oleh orang lain sebelum orang tersebut mengeluarkan kata-kata, bahkan tanpa berkata apapun orang lain sudah paham bahwa dia sedang tidak suka. Demikian juga sebaliknya ketika kita tersenyum terhadap saudara kita, maka orang lain akan langsung menangkap pesan bahwa kita senang bertemu dengannya.

Sikap cemberut dan senyuman, keduanya adalah gerakan ringan yang kalau diterjemahkan dalam bentuk kata-kata akan membutuhkan susunan kata yang cukup banyak. Cemberut kalau diterjemahkan kira-kira akan berbunyi: “Saya tidak suka kamu, saya tidak senang denganmu dan kamu tidak ada urusan denganku, aku muak dengan pekerjaan ini, aku kesal dengan semua ini” dan masih banyak kata lainnya yang bisa diwakili dengan sebuah gerakan kecil yaitu ”cemberut”. Demikian juga halnya senyuman, ia mempunyai makna: ”Saya menyukaimu, saya menghormatimu, saya peduli padamu, saya senang bertemu denganmu” dan kalimat lainnya yang bisa diwakili dengan sebuah senyuman.

Lalu kita renungkan, betapa agungnya Allah dengan menjadikan senyuman yang hanya berupa gerakan kecil tetapi mampu menjadi jembatan dalam tiap dan tingkat hubungan baik manusia. Senyuman itu telah mampu melanggengkan persahabatan, cinta kasih diantara sesama manusia. Tidak hanya itu, bahkan ia mampu mengubah hal-hal buruk menjadi baik, bahkan cukup dengan senyuman banyak orang mendapat hidayah tanpa perlu diskusi panjang lebar.

Karena itu bagi para dai, modal yang paling sederhana dalam berdakwah adalah senyuman yang merupakan simbol manis muka ( wajhun tholqun). Senyum memang hanyalah sebuah gerakan kecil tapi dia mampu memikat orang yang kita dakwahi. Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk senantiansa berwajah manis dihadapan saudaranya dan salah satu pemanisnya adalah senyum: Senyummu pada wajah saudaramu adalah shadaqah demikian sabda nabi. Pada hadist yang lain beliau bersabda: setiap yang ma’ruf shadaqah dan termasuk dari yang ma’ruf itu bertemu saudaramu dengan wajah manis”.

Salah satu rahasia sukses dakwah Nabi adalah “senyumnya” yang menjadikan wajah beliau selalu sedap dipandang. Abu Darda’ meriwayatkan: ”Saya tidak penah melihat atau mendengar Rasulullah berbicara sesuatu kecuali dia tersenyum” riwayat lain dari Abdullah bin Al-Harist bin Jaza’ berkata : “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang paling banyak senyumnya daripada Rasulullah saw.”. Senyum adalah simbul kelembutan hati seseorang. Karena itu sangat jarang sekali orang yang keras hatinya bisa tersenyum. Kelembutan hati inilah yang menjadikan beliau disukai dan dicintai para sahabatnya. Allah berfirman : "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu". …..(al-Imrom: 159)

Ciri orang yang keras hatinya adalah mempunyai dua kebiasaan yaitu cemberut dan banyak tertawa. Dalam kondisi bahagia waktunya akan tebuang sia-sia dengan berkumpul bersama orang-orang yang sama buta hatinya sehingga perkumpulan mereka adalah perkumpulan hura-hura yang penuh dengan gelak tawa dan gelak tawa mereka akan menambah keras hati mereka.

Keras hati yang dimaksud adalah jauh dari hidayah Allah SWT. Ketika mereka dalam kondisi susah dan banyak masalah, maka mereka menjadi orang yang paling kasar dan keras dalam menghadapi masalah, dan biasanya masalah bukan bertambah selesai tetapi malah bertambah, masalah kecil akan berubah dan berkembang menjadi masalah besar, bukan karena masalahnya besar melainkan karena cara menyelesaikannya bermasalah. Karena sulit sekali masalah - sekecil apapun - bisa di selesaikan dengan cemberut, kasar dan keras hati.

Sedangkan Orang yang lemah lembut memiliki dua kebiasaan yaitu banyak menangis dan tersenyum. Ketika mereka dalam kondisi tenang dan bahagia mereka menampakkannya dengan senyuman dan terkadang dengan tangis kebahagiaan. Ketika dalam kesedihan mereka menghadapinya dengan sabar dan terkadang diluapkan dengan tangisan dalam kesendirian.Bagi seorang dai, bermanis muka dengan senyum adalah segala-galanya sebelum melakukan segalanya, karena dari senyumannya yang tulus inilah terlihat kelembutan hatinya. Dari kelembutannya hatinya ia akan mampu -dengan izin Allah- mengait hati orang lain ke dalam barisan dakwah. Karena kata-kata yang keluar dan terbungkus dengan kelembutan hati, akan terdengar indah di telinga orang yang mendengarkannya. Tetapi jika yang membawakannya orang yang berhati kasar dan selalu menampakkan wajah cemberut, walaupun subtansi yang di sampaikannya sama akan terdengar menyakitkan dan membuat orang anti pati sebelum mendengar kata-katanya.

Orang Cina berkata: “Kalau tidak bisa tersenyum jangan jadi pedagang”. Kita berkata: “Seorang dai yang belum bisa tersenyum segeralah belajar tersenyum lalu sebarkan keindahan Dinul Islam dihadapan manusia". Wallahu A’lam.


Adhan Sanusi, Lc. *)
Penulis adalah Koordinator Program Diklat Mubaligh PUSDA .
disarikan dari web.www.grahadakwah.com

Tidak ada komentar: